BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Munculnya
3 tren yang dilakukan dalam mengkaji sistem administrasi suatu negara berawal
dari kegagalan Amerika dalam menanamkan pengaruhnya terutama dalam membangun
sistem administrasi negara di negara-negara berkembang
Pengalaman
kegagalan inilah kemudian melahirkan kelompok studi perbandingan dalam
administrasi negara / Grup Perbandingan Administrasi/Comparative Administration
Group (CAG) dari Masyarakat amerika untuk Administrasi Publik (setelah CAG),
dibawah kepemimpinan Fred Riggs, Paper/makalah Riggs di
awal tahun 1960-an melengkapi nada inteletual bagi studi “perbandingan”. Dalam
sebuah artikel tahun 1962, Riggs mengidentifikasi 3 tren dalam “Studi
Perbandingan Administrasi Publik”. Yang pertama adalah sebuah pergerakan
dari pendekatan normatif ke pendekatan empiris, kedua dari pendekatan
ideografis ke pendekatan nomotetis, dan ketiga dari model pemikiran nonekologi
ke model pemikiran ekologi.
B. Rumusan Masalah
Dari
latar belakang yang telah di jelaskan maka rumusan masalahnya adalah, sebagai
berikut:
a. Pendekatan
Normatif ke pendekatan empiris
b. Pendekatan
ideografis ke pendekatan nomotetis
c. Model
pemikiran nonekologi ke model pemikiran ekologi
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui
dan memahami dari rumusan masalah di atas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendekatan
Normatif ke Pendekatan Empiris
Pendekatan
normatif, yaitu pendekatan yang menitikberatkan pada baik dan buruk suatu hal,
apa-apa yang seharusnya dilakukan dan tidak, yang harus dijalani dan dihindari,
benar dan salah. Pendekatan ini juga menekankan dalam pencapaian kondisi dunia
yang ideal dimana manusianya dapat membedakan baik dan buruk sehingga
terciptalah dunia yang tentram.
pendekatan empiris adalah
pendekatan yang memfokuskan diri pada sesuatu yang benar-benar terjadi atau
kenyataan di lapangan yang dapat di tangkap melalui seluruh panca indera.
Dikarenakan tidak semua ilmu sosial itu empiris, maka diperlukan adanya meaning
atau pemaknaan untuk membuktikan bahwa suatu disiplin ilmu itu empiris atau
tidak.
Dalam
pandangan Riggs, baik dalam lapangan Administrasi Publik negara asing maupun
sub-lapangan “studi komparatif/perbandingan” secara gradual telah berkembang
dan kesadaran akan perbedaan antara pekerjaan normatif dan empiris serta telah
mulai meningkatnya penekanan/penitikberatan akan penjelasan dan deskripsi
empiris. Dibawah rubrik “empiris” Riggs memadamkan sejarah unik atau studi
kasus kontemporer dari pendekatan-pendekatan yang mencari generalisasi, hukum,
atau hipotesis-hipotesis. Sebagai contoh dari pendekatan normatif ke pendekatan
empiris seperti dalam model perbandingan Administrasi Negara yakni model
Agraria-Industria.
Masyarakat secara dikotomis
dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu masyarakat tradisional, sederhana,
agraris, paguyuban (gemeinschaff) sebagai awal perkembangan dan
masyarakat maju, kompleks, modern, industri, patembayan (gesselschaff)
sebagai sisi yang lain dari perkembangan masyarakat. Masing-masing kutub
kelompok masyarakat ini akan memiliki model sistem administrasi negara yang
tidak sama.
Secara umum ciri masyarakat Agraris antara lain
a. Pengelompokan
dan pelapisan masyarakat berdasar keturunan, golongan, darah dan sebagainya,
b. Norma yang
dominan berlaku dalam masyarakat adalah norma yang bersifat partikularistik,
c. Jenis
pekerjaan yang dimiliki dan dilakukan oleh anggota masyarakat homogen pada
umumnya pada bidang pertanian,
d. Masyarakat
relatif bersifat statis-stabil segan untuk berpindah ke tempat lain,
e. Pelapisan
berdasar kehormatan/kedudukan sosial, keturunan,
f. Bentuk
organisasi primer yang menonjol dan sangat berperan dalam masyarakat,
g. Aktivitas
dalam bidang ekonomi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, dan
h. Banyak biaya
yang harus dikeluarkan oleh anggota masyarakat untuk keperluan upacara yang
berhubungan dengan kepercayaan tentang kehidupan.
Sedangkan ciri masyarakat Industri
antara lain:
a.
Penilaian didasarkan kepada
prestasi, hasil kerja dari seseorang.
b.
Norma yang berlaku di dalam
masyarakat bersifat universalistik sehingga berlaku umum,
c.
Jenis pekerjaan yang ada di dalam
masyarakat heterogen, spesifik sehingga memunculkan ragam pekerjaan yang
tinggi/banyak dan spesialis.
d.
Masyarakat bercirikan dinamis-mobil
tidak segan untuk pindah baik yang berhubungan dengan tempat tinggal, jenis
pekerjaan maupun yang lain.
e.
Berlaku prinsip kesamaan antara
sesama anggota masyarakat sehingga lebih tidak dapat ditemukan adanya
lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat,
f.
Bentuk organisasi sekunder yang
berperan menonjol dan kuat pengaruhnya dalam masyarakat,
g.
Ekonomi berorientasi untuk memenuhi
kebutuhan orang lain sehingga perdagangan semakin ramai dan maju (tergantung
pada kekuatan pasar), serta
h.
Anggota masyarakat lebih bersifat
rasional lugas dalam berpikir dan bertindak.
B.
Pendekatan
Ideografis ke pendekatan nomotetis
Ilmu nomotetis (beta) yang berkaitan
dengan pengkajian ilmu alam (natural science) dengan gejalanya berulang-ulang,
memungkinkan terciptanya sebuah hukum. Sebaliknya ilmu ideografis (alfa) yang
berhubungan dengan gejala yang unik dan tak berulang, maka dibutuhkan metode
yang berbeda dengan metode ilmu alam.
Jika dalam empiris Riggs memadamkan sejarah unik atau studi kasus
kontemporer dari pendekatan-pendekatan yang mencari generalisasi, hukum, atau
hipotesis-hipotesis. Maka studi kasus-studi kasus yang ada tentunya adalah
ideografis, generalisasinya adalah nomotetis. Sebagai contohnya adalah model SALA
atau Prismatik.
Model kedua yang
diciptakan oleh FW Riggs ini khusus digunakan untuk menelaah dan menganalisis
sistem administrasi negara yang ditemukan dan berada di dalam masyarakat yang
sedang berkembang atau berubah dalam proses perubahan yang terjadi dari tipe
masyarakat yang tradisional ke tipe masyarakat modern
Asumsi yang
digunakan dalam munculnya Model SALA, adalah bahwa (1) Masyarakat berubah dan
berkembang secara unilinear/searah dari kutub tradisional menuju kutub yang
lain yaitu modern, (2) Percepatan perubahan yang dialami dan dilakukan oleh
negara, bangsa-bangsa di berbagai belahan dunia tidak sama, (3) Negara yang
dapat diklasifikasikan ke dalam kutub tradisional sebagai awal perkembangan
masyarakat sudah amat sulit ditemukan atau boleh disebut hampir tidak ada, (4)
Secara riel belum semua negara di dunia dapat diklasifikasikan mencapai dan
menjadi Negara atau masyarakat modern, (5) Sebagian besar negara justru
tersebar berada pada posisi antara tipe tradisional dan tipe modern dengan
prosentase perbandingan bobot yang sangat beragam, (6) Kelompok ini sudah tidak
sepenuhnya tradisional tetapi juga belum sepenuhnya modern, di dalamnya
tercampur ciri karakteristik tradisional sekaligus juga ciri karakteristik
modern secara bersama-sama berlaku dalam tata kehidupan masyarakat, (7) Pada
kondisi dan kedudukan seperti itu maka model Agraria–Industria menjadi sudah
tidak dapat dipakai lagi untuk memerikan atau menggambarkannya, sehingga (8)
Harus diciptakan model lain yang mampu digunakan untuk menjelaskan tipe
masyarakat campuran yang sedang berubah dari tradisional ke modern.
Masyarakat yang
sedang berubah/bergeser/berproses/bergerak dari model masyarakat tradisional ke
model masyarakat modern oleh FW Riggs diberi nama model Masyarakat Prismatik
yang di dalamnya tercampur karakteristik tradisional sekaligus juga
karakteristik modern yang diakui dan berlaku didalam masyarakat.
Model Masyarakat Prismatik
Nama Prismatik
yang digunakan oleh FW Riggs untuk menyebut masyarakat yang sedang berkembang
atau berubah berasal dari kata prisma. Prisma merupakan sebuah benda yang
berbentuk bidang segitiga yang mampu memunculkan beraneka warna yang berbeda
jika ada sebuah sinar disorotkan kepadanya, atau dari satu menjadi banyak
dengan warna yang berbeda-beda dalam suatu waktu dan tempat ibarat seperti
pelangi
Masyarakat
diasumsikan seperti itu, yaitu masyarakat tradisional dianalogkan sebagai sinar
yang tunggal (sebelum masuk ke dalam bidang prisma), sedang masyarakat modern
dianalogkan sebagai aneka warna (yang muncul selepas bidang prisma) dan
masyarakat yang sedang berkembang atau prismatik adalah bidang prisma itu
sendiri yang didalamnya terjadi proses berubahnya sinar yang tunggal untuk
menjadi beraneka warna
Pada kondisi
sekarang sulit mendapatkan realitas yang berada di kedua ujung ekstrim dari
model agraria dan industria, yang ada kebanyakan dalam keadaan transisi (transitional
society) dari tradisonal/agraris ke modern/industri. Untuk ini
diciptakanlah model masyarakat prismatik (prismatic society), yaitu
suatu masyarakat yang memiliki ciri-ciri tradisional atau agraria bersamaan
dengan ciri-ciri modern atu industria.
Dalam masyarakat
prismatik beberapa pemimpin telah mengadakan pembaharuan-pembaharuan, mereka
menganggap dirinya sebagai promotor dan inisiator modernisasi. Dalam hal yang
demikian ini terjadilah proses pendesakan dan bukannya penggantian atas
ciri-ciri atau sifat-sifat tradisional oleh ciri modern.
Menurut Fred W
Riggs ciri masyarakat prismatik adalah heteregonitas, formalisme, dan tindan (overlapping),
yang penjelasan secara garis besarnya adalah sebagai berikut.
a. Heteregonitas.
Salah satu ciri masyarakat prismatik ialah tingkat heteregonitas yang tinggi.
Dengan heteregonitas dimaksudkan suatu campuran sifat-sifat masyarakat
tradisional (fused society) dan masyarakat modern (refracted
society). Dalam perwujudan rielnya dijumpai antara lain kota-kota modern
dengan golongan cerdik cendekiawan yang hebat-hebat, kantor-kantor gaya Barat,
dan sarana-sarana administrasi modern berada ditengah-tengah daerah pedesaan
dengan penduduknya yang sebagian masih buta aksara diperintah oleh
kepala-kepala rakyat atau orang ‘tua-tua’ dimana peran mereka di bidang
politik, administrasi, keamanan dan sosial belum dideferensiasikan dan bercorak
tradisional.
b. Formalisme.
Ciri atau sifat yang kedua dari masyarakat prismatik adalah tingkat formalisme
yang tinggi. Formalisme dapat diartikan sebagai tingkat ketidaksesuaian (discrepancy)
atau tingkat konggruensi (congruence) antara apa yang telah dituliskan
sebelumnya secara formal dengan apa yang dipraktekkan atau ditindakkan secara
riel, antara norma-norma dan kenyataan atau realita. Semakin besar konggruensi
keadaan semakin tidak realistis, semakin besar ketidaksesuaian semakin lebih
formalistis.
c. Tindan
(overlapping). Di dalam masyarakat prismatik terdapat tindan yang
banyak, artinya struktur-struktur yang telah dideferensiasikan secara formal
ada berdampingan dengan struktur-struktur yang belum dideferensiasikan. Dengan
perkataan lain di dalam prismatic society telah disusun struktur baru,
seperti misalnya dinas-dinas pemerintahan, dewan-dewan perwakilan rakyat,
pemilihan umum, pasar-pasar, sekolah-sekolah dan sebagainya, tetapi
fungsi-fungsi administrasi, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya sampai
tingkat tertentu tetap dijalankan oleh struktur lama yang belum
dideferensiasikan, seperti keluarga, badan-badan keagamaan dan kelompok-kelompok
masyarakat tertentu lainnya.
Model SALA
Nama SALA
sebagai sebutan administrasi Negara pada Negara-negara atau masyarakat yang
sedang berkembang (prismatic society), diambilkan dari nama sebuah
bagian dari bangunan rumah tinggal yang ditemukan di daerah Amerika Selatan.
Bangunan ini agak terpisah dari rumah induk tetapi tetap menjadi bagian yang
tidak terpisahkan atau tetap masih menyatu dan ada fasilitas penghubungnya.
Bangunan ini oleh orang-orang Eropa/Barat biasa menyebutnya sebagai Paviliun.
Bentuk bangunan seperti ini hanya ditemukan pada sedikit orang dalam masyarakat
atau hanya pada orang-orang tertentu saja (yang biasanya memiliki kemampuan
yang lebih besar dalam banyak hal). Bagian bangunan yang pada umumnya tidak
lebih besar dari bangunan induk digunakan secara khusus untuk melakukan
aktivitas pekerjaan yang berhubungan dengan masyarakat luas. Jadi merupakan
konsep rumah tinggal yang menyatu dengan tempat bekerja.
Ciri Karakteristik SALA sebagai
Model SAN dalam Masyarakat Prismatik
a. Heterogenitas
(heteregonity) : fungsi administrasi kekeluargaan dengan struktur
jabatan baru. Fungsi-fungsi administratif yang semula dilaksanakan atas dasar
hubungan kekeluargaan tetap dilanjutkan tetapi secara sembunyi-sembunyi,
sementara itu disusun struktur jabatan kantor yang baru guna menggantikan
organisasi atas dasar kekeluargaan tadi dan selanjutnya sebagai pantas-pantas
disiapkan seperangkat norma untuk dipatuhi (walaupun nyatanya norma tersebut
diabaikan).
b. Nepotisme
(Nepotism) : universalistik dengan hubungan kekerabatan. Dalam
masyarakat tradisonal jelas-jelas keluarga merupakan landasan bagi pemerintahan
dan administrasi negara, dan wajar apabila jabatan-jabatan dalam administrasi
negara disediakan bagi anggota keluarga (nepotisme). Dalam masyarakat yang sedang
berkembang (prismatic society), sering terdapat seorang Presiden atau
Perdana Menteri yang dipilih, tetapi menyerahkan kedudukannya kepada anak,
menantu, kemenakan atau keluarga dekatnya, yang seharusnya kedudukan tersebut
digantikan oleh seseorang melalui pemilihan. Jabatan-jabatan dalam administrasi
negara dijabat oleh orang-orang atas dasar norma yang bersifat universalistik,
tetapi nyatanya diam-diam diisi oleh orang-orang yang punya hubungan
kekerabatan. Hal-hal demikian ini menjadi salah satu ciri dalam pengadaan
pegawai dari model Sala.
c. Tindan
(Overlapping) : antara pekerjaan kantor dengan urusan keluarga.
Pengaruh keluarga atau kerabat mengatasi pelaksanaan fungsi dinas/kantor
sedemikian rupa sehingga peraturan/hukum dilaksanakan seenak-enaknya terhadap
keluarga, sebaliknya sekeras-kerasnya terhadap pihak-pihak di luar kerabat. Hal
ini berlaku juga terhadap pelaksanaan kontrak, pembelian perbekalan, pengadaan
barang, pembayaran pajak, pemberian lisensi, pemberian ijin dan lain
sebagainya. Bagi pihak luar pegawai-pegawai dari model sala ini nampak bersifat
individualistik, karena mereka menilai kepentingan keluarga lebih tinggi
daripada kepentingan dinas, pemerintah, kadang-kadang bahkan kepentingan
negara.
d. Poly
communal / plural community : Mobilitas
cukup tinggi tetapi tingkat asimilasi rendah. Pengelompokan atas dasar keluarga
menumbuhkan solidaritas kelompok. Dalam negara berkembang solidaritas kelompok
didapat atas dasar etnis, agama, ras yang bersifat mobil karena faktor
komunikasi yang relatif baik, tetapi belum tercapai asimilasi dengan
penguasa (elite) karena sebagian dari anggota kelompok masih buta
aksara, sehingga melahirkan beberapa kelompok masyarakat (communities)
tertentu.
e. Clect
yang mencakup klik, klub dan sekte (Clicques, Clubs, Sects) :
Organisasi primer/tradisional dikelola secara modern atau sebaliknya. Clect
dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi yang memiliki fungsi-fungsi secara
relatif bercampur baur bersifat semi tradisonal, tetapi diorganisir secara
asoasional modern. Sekte oposisi dari partai-partai politik dan gerakan dalam
masyarakat prismatik dapat digolongkan sebagai clect. Suatu organisasi
mungkin jatuh dikuasai oleh satu clect tertentu yang
anggota-anggotanya sangat kuat solidaritasnya dan sangat kompak menghadapi clect
yang lain. Kekuasaan yang ada seakan-akan dimonopoli oleh clect
dimana pihak luar tidak dapat ikut serta. Dalam keadaan demikian berkembangkah
suap, uang pelicin, upeti atau pungutan liar (pungli) guna mendapatkan
pelayanan atau fasilitas.
f. Formalisme
(Formalism) : Ekonomi bazaar-canteen. Pelaksanaan peraturan
tersurat tidak sama dengan yang tersirat. Pelaksanaannya bisa diibaratkan
sebagai bazar di mana tidak ada kepastian harga bersama-sama dengan kantin yang
sudah ada kepastian harga dalam mengatur segala sesuatu dalam kehidupan
masyarakat. Komisi tidak wajar seakan-akan dibenarkan, harga barang yang dibeli
oleh dinas dinaikkan di atas harga pasar (mark-up), di mana selisih
harga diserahkan kepada pejabat sebagai ’komisi’. Korupsi seolah-olah
dilembagakan diikuti dengan mutasi periodik bergilir diantara jabatan-jabatan
’basah’ dan jabatan-jabatan ’kering’.
g. Mitos,
formula dan kode (Mythos, Formula and Code) : Modern dalam pemikiran
tetapi pelaksanaan tradisional atau sebaliknya. Mitos, formula dan kode sudah
diciptakan mengikuti pokok-pokok pikiran modern, tatapi dalam praktek tetap
berlangsung tindakan-tindakan yang mengikuti norma tradisional. Pemerintahan
oleh rakyat, kedaulatan di tangan rakyat (merupakan mitos modern),
pejabat-pejabat eksekutif tertentu harus dipilih dalam pemilihan umum,
pegawai-pegawai pemerintah administrasi negara adalah abdi masyarakat
(merupakan formula modern), pemerintahan harus bertindak sesuai dengan hukum,
administrasi negara dapat dituntut di depan pengadilan administrasi (merupakan
kode modern), tetapi pada praktek kenyataannya rakyat dianggap sepi seolah-olah
sebagai obyek saja, sementara pejabat mengangkat dirinya dalam jabatan yang
tidak dibatasi, bukan administrasi yang menjadi public servants yang
melayani, tetapi sebaliknya menjadi master yang dilayani dan
sebagainya.
h. Distribusi
kekuasaan : Otoritas lawan kontrol. (Distribution of Power : Authority
versus Control). Kekuasaan seharusnya dibagi-bagi dengan pendelegasian
dalam rangka desentralisasi, akan tetapi prakteknya justru sebaliknya
sentralisasi yang berlaku. Pada sisi yang lain struktur kekuasaannya
sentralistik dan terpusat akan tetapi pengendalian atau kontrolnya
terpisah-pisah tersebar dilakukan oleh banyak pihak.
C.
Model
pemikiran nonekologi ke model pemikiran ekologi
Teori bentuk
tengah ini tetap mendasarkan pada ekologi administrasi yaitu melihat hubungan
administrasi negara dengan ekologi atau lingkungannya, hanya saja polanya
disederhanakan atau dipangkas dengan menitik beratkan dua aspek saja. Kedua
aspek dimaksud adalah sistem politik sebagai wakil dari lingkungan luar
administrasi negara (faktor non administrasi) sebagai aspek lingkungan yang
paling dominan, dan birokrasi sebagai wujud atau bentuk yang paling banyak dan
mudah ditemukan dalam administrasi negara apapun (baik dalam masyarakat yang
sedang membangun atau developing countries maupun masyarakat yang
sudah maju/modern atau developed countries). Dengan perkataan lain
dalam hal ini negara dibedakan berdasarkan proses pembangunan yang telah
dilakukan pada masing-masing negara, yaitu kelompok negara sedang membangun dan
negara yang sudah maju dalam pembangunannya.
Birokrasi yang
ideal menurut Max Weber memiliki ciri-ciri :
a. Hirarkhi,
kantor-kantor diorganisir atas dasar susunan hirarkhis,
b. Birokrasi
adalah suatu istilah yang diterapkan dalam usaha-usaha publik dan privat,
c. Struktur
pekerjaan yang rasional. Terdapat pembagian kerja yang rasional, setiap
jabatan/posisi dilengkapi dengan kewenangan legal yang diperlukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
d. Formalisasi.
Tindakan-tindakan, keputusan-keputusan dan peraturan-peraturan diformulasikan
dan dicatat/ ditulis dengan tertib dan lengkap,
e. Kepemimpinan
(manajemen) terpisah dari hak milik. Terdapat kelompok klas administratif yang
profesional dan digaji,
f. Tidak
ada hak milik pribadi atas jabatan/kantor,
g. Kemampuan
dan latihan khusus diperlukan bagi kelompok klas administratif,
h. Anggota-anggota
dipilih secara kompetitif atas dasar kemampuan/keahlian, dan
i. Berdasarkan
hukum. Setiap jabatan/kantor memiliki kewenangan yang dirumuskan secara jelas
dalam arti yuridis.
Model ini dalam
melihat hubungan administrasi negara dengan lingkungan, hanya dilihat subsistem
yang berpengaruh paling kuat dan besar terhadap birokrasi, dalam hal ini yang
ditemukan adalah sistem politik (harap diingat juga bahwa ada pendapat ahli
yang menyatakan bahwa administrasi negara adalah pelaksanaan dari
kebijakan yang ditetapkan oleh sistem politik atau pemerintah). Sistem-sistem
yang lain—seperti sosial, ekonomi budaya dan sebagainya—tidak dapat berpengaruh
secara langsung terhadap administrasi negara/birokrasi, melainkan pengaruhnya
lewat sistem politik. Sistem politik yang ada dalam hal ini dianggap sudah
mencerminkan sitem ekonomi, budaya, sosial dan sebagainya.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa Riggs mengidentifikasi 3 tren
dalam “Studi Perbandingan Administrasi Publik”. Yang pertama adalah sebuah
pergerakan dari pendekatan normatif ke pendekatan empiris, kedua dari
pendekatan ideografis ke pendekatan nomotetis, dan ketiga dari model pemikiran
nonekologi ke model pemikiran ekologi. Dalam pandangan Riggs, baik dalam
lapangan Administrasi Publik negara asing maupun sub-lapangan “studi
komparatif/perbandingan” secara gradual telah berkembang dan kesadaran akan
perbedaan antara pekerjaan normatif dan empiris serta telah mulai meningkatnya
penekanan/penitikberatan akan penjelasan dan deskripsi empiris. Dibawah rubrik
“empiris” Riggs memadamkan sejarah unik atau studi kasus kontemporer dari
pendekatan-pendekatan yang mencari generalisasi, hukum, atau
hipotesis-hipotesis. Studi kasus-studi kasus yang ada tentunya adalah
ideografis, generalisasinya adalah nomotetis. Pada akhirnya, ada tren
pengetahuan/kesadaran yang dapat dilihat dari studi non ekologis, dimana
institusi administratif diabstraksikan dari lingkungan mereka, untuk pendekatan
ekologi dimana politik dan administrasi berkaitan dengan aspek-aspek dari
keseluruhan sistem. Studi komparatif/perbandingan yang sesungguhnya, tentunya,
adalah empiris, nomotetis, dan ekologi.
DAFTAR
PUSTAKA
http://rhp_anfisip-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-69605-Umum
MODEL%20PERBANDINGAN%20ADMINISTRASI%20NEGARA.html